4 Desember 2023

Oleh Ilyas Rachmawan Siswadi Putra, S.Pd. (Guru Geografi SMA Negeri 1 Wuryantoro)
Indonesia merupakan negara kepulauan dengan jumlah pulau mencapai 17.508 pulau berdasarkan Undang-Undang no. 6 Tahun 1996. Namun, kasus yang terjadi di kawasan Sipadan dan Ligitan yang jatuh ke pangkuan negara tetangga seakan menyentak pemerintah Indonesia untuk menjaga dengan benar “aset” yang dimiliki oleh NKRI tersebut. Pemerintah Indonesia sudah mulai melaporkan jumlah kepemilikan pulau di wilayah Indonesia kepada pihak PBB sebanyak 16.671 buah pada tahun 2019 dan terus bertambah setiap tahunnya.
Bila ditelisik lebih detail permasalahan tersebut tidak sepenuhnya berada dipihak pemerintah Indonesia. Namun, terselip kesalahan dari masyarakat Indonesia selaku penghuni dan pemilik Bangsa Indonesia yang sebenarnya. Sehingga sudah seharusnya pemilik juga penghuni mengenali apa yang dimilikinya. Permasalahan berikutnya yang muncul adalah dengan luas wilayah Indonesia, apakah bisa kita sebagai pemilik mengenali kepemilikan kita tersebut dengan mudah? Secara logika mungkin hal tersebut sangatlah sulit mengingat luas wilayah Indonesia yang mencapai 5.193.250 km2 bahkan luas daratannya mencapai 1,3% jumlah luas daratan dunia (1.904.569 km2).
waktu bertahun-tahun untuk mengelilingi seluruh wilayah Indonesia hanya untuk mengenali wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia ini. Tetapi kita juga harus ingat bahwa unsur dari suatu bangsa tidak melulu soal wilayah melainkan ada unsur lain di dalamnya seperti bahasa, seni, adat istiadat, dan lain sebagainya. Hal tersebut sejalan dengan kutipan Ir. Soekarno bahwa bangsa yang baik adalah bangsa yang tidak melupakan sejarahnya. Secara tidak langsung banyak sekali unsur yang harus kita kenali demi mengenali sesuatu yang kita miliki.
Salah satu hal sederhana yang mungkin bisa dilakukan adalah dengan mengenali bangsa kita melalui Peta. Dengan menggunakan peta kita mampu mengenali berbagai macam hal dengan cara yang mudah dan dalam waktu yang sangat singkat. Melalui peta kita mampu mengenal yang termasuk wilayah NKRI sehingga harapan di masa mendatang kasus Sipadan dan Ligitan tidak terjadi kembali pada Bangsa Indonesia. Beberapa pihak menyatakan bahwa peta merupakan ekslusivisme salah satu cabang ilmu. Namun, justru hal tersebut menjadi perhatian dari berbagai pihak bahwa ekslusivisme tersebut menjadi hal yang bisa dikolaborasikan dengan keilmuan lain untuk menghasilkan suatu produk yang mampu menjadi sarana mengenalkan Bangsa Indonesia secara mudah. Seperti kolaborasi dengan para ahli bahasa bisa menghasilakan peta persebaran bahasa yang terdapat di wilayah Indonesia, kolaborasi dengan para penari bisa menghasilkan peta persebaran tarian yang ada di wilayah Indonesia, atau bahkan berkolaborasi dengan para ahli masakan yang mampu menghasilkan peta persebaran kuliner yang terdapat di wilayah Indonesia. Hal-hal tersebut bisa dipergunakan dalam kegiatan pembelajaran untuk mengenalkan kekayaan Negara Kesatuan Republik Indonesia kepada generasi penerus sehingga mereka mampu mengetahui dan menjaga segala harta kekayaan yang dimiliki. Diharapkan kedepannya media pembelajaran berbasis peta dapat digunakan untuk mempermudah tidak hanya bagi peserta didik namun juga bagi masyarakat luas untuk mengenali karakteristik wilayah yang mereka tinggali dan apa yang mereka miliki sehingga tidak ada lagi kasus-kasus sengketa seperti Sipadan-Ligitan, Reog Ponorogo yang diklaim bangsa lain, Batik yang juga diklaim oleh bangsa asing atau lagu daerah yang berjudul Rasa Sayange yang diklaim sebagai lagu daerah dari bangsa lain.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *